Friday, January 21, 2011

Nada Pagi Hari (Notebook)

Adzan subuh membawaku kembali pada tubuh ini setelah semalam bertamasya di pulau kapuk. Dibalik kaca jendela yang tak tertutup tirai, bintang-bintang masih tampak bersorak-sorai dalam ampas cahyanya yang mulai redup. Kupalingkan wajahku ke kiri dan tampak layar hitammu membelalak memandangi wajahku, ah rupanya kau memelototi diriku dalam beberapa jam belakangan. Masih bermalas-malasan, kupandangi dirimu dengan posisi badanku yang miring.
Hmmmhhh… hei kawan, seingatku semalam kau masih enerjik, masih memamerkan kehebatanmu melakukan beberapa hal sekaligus. Memutar musik, yang sekarang masih saja terdengar, melakukan perhitungan untuk tugasku, merangkaikan kata-kata dalam sebuah dokumen, bahkan menampilkan berbagai game menarik… teringat beberapa waktu lalu, kau juga tampak hebat mengatur program yang dimasukkan dalam dirimu. Sempat aku bertanya, seberapa hebatnyakah kau? Dan sempat pula kau menjawab, “aku bisa melakukan apa saja bos.”
Hahaha, bisa melakukan apa saja.
Hei, benda kecil tak lebih besar dari tasku. Dibungkusi pelapis silver tampak anggun dimataku. Tapi tunggu dulu kawan, kau merasa dirimu benar-benar hebat? Karena selama ini kau memang melakukan hal-hal hebat.
Apa jawabmu? Apa? Kau tetap menganggap dirimu hebat?
Teman, kukatakan sesuatu padamu. Meski kau selalu melakukan hal hebat, kau tak lebih hanyalah kumpulan rongsokan yang dibuat makhluk sejenisku. Lihat saja layarmu, yang dapat menampilkan sesuatu yang dinamis, iya dinamis. Kau tahu dinamis? Kau mengerti? Mana pula kau mengerti.
Hanyalah perpaduan plastik, besi, karet, melamin, apa lagi? Diberi program, sistem operasi, apa lagi? Hahaha, kau tampak dilapisi hal-hal yang aneh.
Tapi tahukah kau, bahwa semua itu dibuat oleh kami? Iya, dirimu beserta antek-antekmu itu. Masih menganggap dirimu hebat? Oke, akan kuceritakan riwayat nenek moyangmu.
Jauh pada zaman dahulu kala, masih zaman purba kata temanku. Nenek moyangmu hanyalah tulang-belulang binatang yang digunakan untuk menyimpan angka. Maaf teman, aku berusaha jujur padamu. Kau hanyalah kebutuhan dari bangsaku. KEBUTUHAN. Kalau kami mau, kau dan teman-temanmu akan kami bakar dihalaman belakang rumah. Kau ada karena perkembangan pola pemikiran kami. Dan satu hal yang harus kau ketahui :
Kau diperintah oleh kami. Camkan itu teman. Apa pembelaanmu? Bisakah kau berari saat ini juga? Kan kau hebat. Hahaha. Keyboard yang terpasang pada dadamu pun tak lebih hanyalah kumpulan tombol yang tinggal menunggu perintah. Intinya kau dan teman-temanmu menunggu perintah dari kami.
Tapi karena dirimu juga teman, karena dirimu kami bisa melakukan apa yang kami inginkan. Karena ternyata kau mengandung begitu besar ilmu, pengetahuan, informasi dan entah apa lagi yang kau kandung dan senantiasa melahirkan sesuatu setiap kali kami meginginkannya, buah dari keinguntahuan dan kemauan kami. Tak bisa kupungkiri, aku akan kewalahan, bahkan tak tahu apa jadinya diriku tanpamu. Bayangkan saja jika aku harus menyelesaikan permasalahan persamaan diferensial tanpa bekerjasama denganmu. Tak terbayangkan juga bila harus membuat dokumen dan tak ada dirimu.
Tapi yang kusuka darimu bukan karena tampak luar yang begitu indah dipandang mata, tapi karena ketika kuminta bantuanmu kau selalu memberi jawaban. Bahkan kau tak pernah marah jika kutanya. Ah, mungkin juga kau bosan kan teman?
Kau hanya terdiam membisu dibalik layarmu yang masih saja hitam. Standbye.
Lalu kuarahkan tangan kananku pada keypadmu dan…
Klik…
Satu sentuhan tiba-tiba membangunkanmu dari tidurmu yang tak lelap.
……….
Selamat pagi bos, terimakasih telah membangunkan ane, hehehe… Perlu bantuan apa bos? Silahkan beri inputan, biar ane yang urus… Lah kok masih tiduran aja bos? Diselesaikan dulu tugas yang belum selesai semalam. Ingin ane bantu bos, sayangnya ane tak bisa berbuat apa-apa kalau tak diberi perintah bos…
Bos tolong beri makan dong, perut ane kosong nih bos. Ayo bos, chargernya dipasangin ke pusat ane biar musik jalan terus… Please……
Ah si bos, tahunya cuma nyuruh aja, tidak diberi makan ane ini. Bayangkan coba, semalam ane disuruh kerja terus, tak hanya semalam, kemarin-kemarin juga begini. Si bos asik-asikan makan sendiri sementara ane kadang dibiarin sampai pingsan karena tidak diberi makan. Ane juga butuh makan bos!!!
Oke bos, jangan marah kalau ane pingsan lagi. Terakhir kali ane pingsan kemarin, data-data milik bos hilang. Ane memang jago bos, tapi bukan berarti ane sempurna. Tiap hari ane terima perintah dari bos, meski kadang kala perintahnya ngasal aja tapi tetap ane proses. Bos pengen nonton, ane kerjakan tugas ane, perintahin si layar buat nampilin film dari disc atau data. Kadang juga ane tak mau memproses inputan dari bos, meski sebenarnya bukan tak mau bos, tapi ya itu tadi, kadang bos ngawur sih. Masa ane disuruh memeriksa, 196 itu palindrom atau bukan. Otak ane juga terbatas bos. Ini juga belum bos defrag lagi perut ane ini.
Tapi bos, ane tak mengeluh karena tak diberi makan atau sering dibiarin aja. Apa yang bos perlukan akan ane berikan. Ane mengeluh karena banyak virus dalam tubuh ane ini. Tak bos rasakankah kalau ane lagi kerja sering tubuh ane jadi sangat panas? Tolonglah bos obati diri ane. Kemarin data bos hilang bukan karena ane tiba-tiba pingsan, tapi karena virus-virus cebol itu bos. Sakit rasanya bos dalam diri ane. Tolong bos… Jangan hubungkan ane dengan sembarangan flash disk bos… Tak hanya itu bos, tolong jangan internetan sembarangan. Sering ane diserang sama virus itu. Oiya bos, request dari ane, kawinkan ane dengan antivirus supaya ane bisa kerja dengan baik, hehehe.
Yah… si bos masih saja tiduran, ayo bos kita lanjutkan lagi ‘pertempuran’ kita bos… hehehe

Cerita Untukmu di Penghujung Mimpi

Ada yang berteriak tapi tak didengar, ada yang bertanya tapi tak mendapatkan jawaban, tetapi sesungguhnya bukan kesia-siaanlah bagian mereka
Hari ini 31 Desember 2029. Malam belum terlalu larut, ketika kuperhatikan jam di tanganku ternyata baru pukul 21.26, sementara kedua matamu tertutup rapat dan wajahmu tiada hentinya menyita perhatianku. Anak kecil yang lugu, gumamku. Tahukah kau nak apa yang kupikirkan saat ini? Ah lebih baik kau tak usah tahu karena suatu saat nanti kau pasti akan tahu kecemasanku, kecemasan pria tua tentang masa depanmu kelak. Tidurlah nak... akan kusampaikan pesan sang Dewa Ruci dalam mimpimu.
Petasan dan kembang api telah meluncur ke angkasa, menentang langit diujung penghabisannya di tahun ini. Kejadian yang hampir serupa 20 tahun silam. Tahukah kau nak, betapa indahnya masa mudaku dulu? Ah pasti kau tak tahu. Indahnya ketika pertamakali Tuhan mempertemukan aku dan ibumu di suatu senja di kota Bandung. Tapi kau, anakku, apa kiranya rencana Tuhan tentang dirimu? Haruskah kutanyakan sendiri padaNya? Mungkin inilah bagian yang sulit karena tak mudah memperoleh jawaban dari sana.
Belum kuceritakan padamu kecemasan dunia pada masaku dulu. Janganlah dulu kau terbangun karena petasan itu nak, masih ingin kusampaikan pesan leluhurmu. Para saudagar disana depresi karena kehilangan berjuta-juta dolar harta mereka, tapi siapakah yang peduli dengan jeritan makhluk kecil kurus yang tak lain adalah anak-anak kecil yang dikatakan orang gelandangan itu? Ah mestinya tak kutanyakan hal ini padamu. Sawah milik eyangmu kini entah dimana letaknya, telah digantikan mereka bulir-bulir padi dengan beton-beton rumah. Keadaan dulu sangat jauh berbeda dengan sekarang nak. Mungkin dulu kami masih bisa tidur tanpa dimanjakan pendingin ruangan, tapi kini untuk menikmati sejuknya udara segar dibawah mataharipun kita tak bisa karena panas akibat efek rumah kaca.
Mungkin zaman telah berubah, memang telah berubah. Ingin rasanya ayahmu ini berbalik ke 20 tahun silam dan berteriak pada diri sendiri, kawan-kawan, keluarga, pemerintah, bahkan pada orang yang tak kukenal hanya untuk tak sembarang membuang sampah, untuk tak menggunakan AC berlebihan, tapi kini apalah dayaku nak.
Inilah surat dari ayahmu untuk dirinya di 20 tahun silam. Kisah hidupku, kelak akan kuceritakan padamu. Bukan untuk mendiktemu, lakukanlah apa yang dibisikkan nuranimu, tapi kisah pria tua ini akan selalu menyertaimu di zaman yang penuh jeritan ini nak...

Lirik Senja (#2)

Lirik Senja (#2)

Jauh ia membawa angannya pada bunga di tepi danau nan teduh, pada kicauan sepasang burung yang bercanda di lembutnya rerumputan yang menghijau.

Sesampainya disana, bunga-bunga pun bermekaran memancarkan sinar kasih yang menyejukkan dan mengajak sepasang burung tadi kedalam sukacitanya.

Bersama-sama mereka melantunkan lagu cinta, yang didalamnya seorang dara kan ikut bernyanyi dalam riang.

Jauh ia memendam rindunya pada seorang kekasih yang telah lama dinantikannya. Di seberang, sang kekasih hanya bisa merasakan getaran dalm hatinya, yang dalam kesunyiannya menengadah ke langit dan mulai menyampaikan pesannya pada sang angin malam, berharap ia merasakan hal yang sama di ujung sana.

Lirik Senja

Diinspirasi oleh Rabindranath Tagore dalam Gitanjali, saya mencoba untuk membuat sesuatu yang sama (bedanya mungkin dalam konten dan kedalaman maknanya, yang pasti Gitanjali sarat dengan makna dan menjadi bahan referensi yang baik menurut saya). Bagi yang pernah membaca Gitanjali pasti mendapatkan suatu suasana baru dalam pemaknaan lirik demi lirik yang disampaikan. Bagi yang belum silahkan dibaca :D

Lirik Senja (#1)

Aku terdiam dalam hawa yang riang ini, hanya melirik dari ujung panggung kesunyian yang dalam hatiku ini.

Hatiku meledak dalam riang, tapi disana juga kutemukan rasa yang hilang saat ini.

Kau yang dalam hatiku telah kunanti, bahkan sebelum dirimu kukenal. Tak pesona, tak parasmu yang kukenang. Hanya kesunyian dalam diri ini tak memberi alasan padaku untuk mengatakan yang sesungguhnya. Aku pun terpenjara dalam hangatnya kenangan akan dirimu dan dalam kehampaan aku mencari di ujung ingatanku.

Aku ingin lebih mengenalmu walau takkan pernah seutuhnya.