Saturday, March 31, 2012

Angin Sepoi Dari Ganesha

Waktu terasa perlahan beranjak ketika langkah yang masih kelihatan gagap beradu kuat dengan arus sang bumi. Waktu benar-benar terasa lama beranjak. Itu terjadi kurang lebih 4 tahun yang lalu. Suasana sore hari di Bandung tercinta mengisyaratkan bahwa aku bukan lah manusia satu-satunya yang mengalami kegundahan akan hari-hari esok. Dibawah terlihat beberapa pasang kaki yang kira-kira sama posisinya dengan kakiku.

Siap grak. Hahaha. Seperti anak SD saja. Mungkin benar-benar masih anak SD yang tak lagi mengenakan seragam putih merah.

Lalu malam segera menggantikan sebuah sore yang canggung itu. Pagi datang dan menghela sang malam dengan pesonanya yang anggun.

Perlahan tapi pasti, begitulah kiranya dapat kukatakan saat ini. Walau sedikit ada keraguan namun dalam lamunan, apakah yang dapat membatasiku? begitulah kupikirkan tentang hari-hari belakangan.

Aku tak sendiri. Disana ada seorang perempuan seusiaku. Langkahku hampir saja hanyut di ujung lorong ini lalu tegur sapa mengawali perbincangan yang hangat itu. Sesekali diselingi tawa kecil tentang cerita lucu dalam pengalaman masing-masing. Dia bercerita tentang dirinya yang baru saja diputuskan pacarnya. Aku ceritakan padanya tentang nilai salah satu kuliahku yang menebar pesona dengan indeks D. Lalu kami terdiam sejenak. Ketika kembali dari dalam lamunan, ia katakan padaku bahwa ia senang bisa mengenalku. Bagiku, mengetahui ia baik-baik saja sudah cukup bagiku. Sepertinya ada yang kurang, aku ternyata berharap pada dirinya. Berharap agar impiannya menjadi kenyataan, agar dirinya bisa menjadi sebuah lilin yang terus menyala dalam kegelapan atau pun dalam terang.

Langkah demi langkah lalu aku pun melupakan dirinya. Sebenarnya tak juga begitu, hanya saja aku tak mengingatnya terus dalam hariku. Rupanya tak hanya dia. Bergegas satu, dua, tiga sampai ribuan manusia kutemui dan terjadi juga percakapan yang rupanya sangat berharga bagiku. Teringat pula jargon-jargon yang selalu kami teriakkan, tentang diri kami yang berharap akan berguna kelak bagi rakyat kami. Juga impian muluk-muluk kami yang selintas terdengar kaku oleh derasnya hujan di hari-hari itu. Kini kami dapat mengakali sang waktu. Bertempur dengan ego dan idealisme.

Lalu dalam kurun waktu 4 tahun itu, kini sejenak memoriku kembali terbentuk dengan sendirinya dengan struktur yang acak-acakan. Dari mana aku mulai? Mungkin sudah dimulai. Dalam lorong kenangan, kita punya cerita masing-masing yang dahsyat untuk diceritakan. Tapi kita semua punya satu cerita yang sama ketika suatu saat nanti, entah besok atau nanti, cerita yang mengangkat kita pada martabat kita sebagai manusia sejati... Jangan lupakan Plaza Widya Nusantara kawan-kawanku.

Bandung, 14 Juli 2011
Didedikasikan buat para Julius dan Juliawati 2011

No comments:

Post a Comment